Tahun 2025 menjadi periode yang penuh tantangan bagi pelaku usaha di Indonesia. Dari UMKM hingga ritel modern, dari kuliner kaki lima hingga restoran ternama, semua menghadapi satu fenomena yang sama: sepi pembeli. Apa penyebabnya? Dan sektor mana saja yang terdampak paling parah?
Daya beli masyarakat turun, Konsumen Jadi Hemat
Salah satu penyebab utama dari kondisi sepi pembeli di tahun 2025 adalah menurunnya daya beli masyarakat. Banyak rumah tangga terpaksa mengencangkan ikat pinggang akibat berbagai tekanan ekonomi: inflasi yang sempat tinggi, pemangkasan anggaran pemerintah, hingga gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kondisi ini membuat masyarakat lebih selektif dalam berbelanja. Mereka hanya fokus pada kebutuhan pokok, dan mulai meninggalkan pengeluaran konsumtif seperti makan di luar, beli baju baru, atau nongkrong di kafe. Efek dominonya pun terasa di hampir semua sektor usaha.
UMKM: Menahan Napas di Tengah Tekanan
Pelaku UMKM termasuk yang paling merasakan dampaknya. Banyak di antara mereka yang mengalami penurunan omzet drastis. Akumandiri mencatat bahwa hampir semua sektor UMKM melaporkan penurunan pendapatan di kuartal pertama 2025.
Hermawati Setyorinny, Ketua Akumandiri, mengungkapkan bahwa ongkos transportasi dan gaya hidup hemat masyarakat membuat toko-toko fisik makin jarang didatangi. Bahkan pada momen Lebaran, yang biasanya jadi puncak penjualan, justru terjadi penurunan perputaran uang hingga Rp20 triliun dibanding tahun sebelumnya.
Retail Modern & Tradisional: Mall Kosong, Toko Tutup
Industri ritel, baik tradisional seperti pasar maupun modern seperti mall, juga mengalami penurunan trafik pengunjung. Di Tanah Abang, pedagang mengeluh bahwa omzet menjelang Lebaran 2025 lebih sepi dari tahun lalu. Bahkan banyak toko yang memilih tutup permanen karena tak sanggup menutupi biaya operasional.
Menurut info BPS, kontribusi konsumsi rumah tangga sebesar 54,53 persen. Namun, tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2025 sebesar 4,87 persen. Angka ini rendah jika dibanding pada kuartal tahun lampau nan sebesar 4,91 persen. Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Januari-Maret 2025 berada di nomor 4,87 persen, di bawah periode nan sama pada 2024 nan mencapai 5,11 persen. - jombangnews.co.id
Fenomena "rojali" atau "rombongan jarang beli" mulai ramai diperbincangkan. Menurut Ketua HIPPINDO, Budihardjo Iduansyah, banyak pengunjung mall hanya datang untuk berjalan-jalan, bukan belanja. Akibatnya, sektor fashion dan elektronik menurun drastis, sementara hanya gerai makanan-minuman yang masih bertahan.
Kuliner: Takjil Tak Laku, Kafe Sepi Pengunjung
Sektor kuliner pun ikut merasakan imbas. Penjual makanan dan minuman di berbagai daerah melaporkan penurunan omzet hingga 50% selama Ramadan. Bahkan pedagang takjil hanya meraup Rp50 ribu sehari, jauh di bawah tahun lalu.
Sejumlah pemilik kafe mengaku kehilangan 30% pendapatan mereka sejak awal 2025. Konsumen kini lebih memilih memasak di rumah atau membeli makanan yang lebih murah dan praktis. Meski banyak pelaku mencoba strategi diskon atau promosi, hasilnya tetap belum signifikan.
Otomotif: Penjualan Mobil dan Motor Melambat
Sektor otomotif tak luput dari badai. Data Gaikindo menunjukkan penjualan mobil turun lebih dari 8% dibanding tahun lalu. Bahkan mobil LCGC yang dikenal ramah kantong, juga mengalami penurunan tajam.
Jongkie Sugiarto dari Gaikindo mengatakan, “Daya beli masyarakat memang lemah sekali tahun ini.” Bahkan bengkel-bengkel dan layanan purna jual turut terkena imbas karena pengguna kendaraan menahan pengeluaran.
Pariwisata & Perhotelan: Hotel Sepi, Event Dibatalkan
Industri pariwisata dan perhotelan menghadapi situasi pelik. Okupansi hotel selama Lebaran 2025 hanya mencapai 30–40%, turun jauh dari tahun sebelumnya yang menyentuh 90%. Banyak kegiatan pemerintah (MICE) yang dibatalkan karena efisiensi anggaran, padahal sektor ini menyumbang hampir 40% pendapatan hotel.
Di kota-kota wisata seperti Yogyakarta, Bali, hingga Malang, banyak hotel dan restoran kehilangan pelanggan. Beberapa bahkan memilih tutup sementara.
E-commerce: Turun Meski Masih Jadi Pilihan
Meskipun belanja online tetap menjadi andalan banyak orang, sektor ini juga menunjukkan penurunan trafik. Kunjungan ke situs-situs e-commerce besar seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada mengalami penurunan hingga 20–50% dibanding bulan sebelumnya.
Penurunan ini diduga karena konsumen hanya membeli kebutuhan pokok secara online, dan menunda pembelian produk gaya hidup. Artinya, meski tetap tumbuh, sektor e-commerce pun ikut merasakan tekanan dari melemahnya daya beli.
Apa Solusinya?
Agar sektor usaha bisa bangkit, pemerintah dan pelaku usaha perlu bekerja sama. Stimulus ekonomi, promosi masif, serta penguatan kanal digital menjadi kunci agar konsumen kembali berbelanja.
Pelaku usaha juga harus beradaptasi—menawarkan produk lebih terjangkau, sistem pembayaran cicilan, hingga strategi pemasaran kreatif. Bagi konsumen, penting juga untuk mendukung produk lokal agar roda perekonomian terus berputar.
Fenomena sepi pembeli di tahun 2025 adalah sinyal bahwa kondisi ekonomi masyarakat sedang dalam masa penurunan. Dari UMKM hingga retail, kuliner hingga otomotif, hampir semua sektor terdampak. Namun dengan strategi adaptif dan kolaborasi semua pihak, harapan kebangkitan tetap ada di depan mata.
- info menarik: Perang tarif trump kembali panas!
0 Comments